Thursday, April 12, 2012

Berbeda atau Mati! (Tak Sekedar Berbeda)

Eh, ekstrim sekali ya pernyataan saya. Pernyataan saya yang sangat keren itu terinspirasi dari judul buku pakar marketing Jack Trout dan Al Ries “Differentiate or Die”. Terus, mengapa harus berbeda?

Begini ceritanya...

Beberapa waktu yang lalu, teman kuliah saya dengan terburu-buru mengumumkan di forum Blackberry Messenger kami bahwa sedang ada obral besar-besaran di sebuah pusat perbelanjaan di Bandung. Obral itu memberondong para pengunjung dengan bertumpuk baju-baju bermerk! GAP, Calvin Klein, Guess dan sebagainya; dari mulai kemeja hingga celana jeans dengan harga turun lima kali lipat dari harga asli. Teman saya menambahkan bahwa para pengunjung ramai mengerumuni tumpukan itu untuk mendapatkan baju bermerk favorit mereka dengan harga murah.

Sebagian orang men’dewa’kan merk atau dalam bahasa marketing sering banget disebut brand. Coba deh jawab pertanyaan saya, mana yang kamu pilih antara dua buah kemeja sama persis dari bahan, ukuran, harga dan kualitasnya, akan tetapi di salah satu kemeja tertera merk Guess?

Ada contoh lain, mana yang kamu pilih, dua orang cowo yang sama-sama ganteng, tinggi, pinter, kaya, rajin menabung, sementara yang satunya dikenal dengan nama Afgan Syahreza??

Saya tuh pengen membahas, kalau merk atau brand itu saat ini ngga hanya berlaku buat barang jualan macam baju, mobil, jam tangan, tas, atau bahkan hand body lotion dan pasta gigi. Sekarang orang pun identik dengan merk!

Bingung ngga? Biar tambah bingung saya mau cerita lagi...

Dalam marketing, daya tarik merk atau brand membawa pengaruh yang besar. Para pengusaha, pebisnis, pedagang dan pemasar banyak yang sadar betul bahwa membangun dan memperkenalkan brand adalah kunci pertumbuhan dan sumber keuntungan. Bahkan, brand memiliki kekuatan untuk menentukan harga yang akan dibayar oleh konsumen dan harga saham yang akan dibeli oleh investor.

Memilih nama brand untuk sebuah produk penting dari sisi promosi, karena nama brand mencerminkan isi dan kegunaan produk tersebut. Brand juga membantu pemasar untuk menentukan posisi produk tersebut di mata pelanggan. Sebab pada saat yang sama, nama brand menciptakan kesan yang ada di balik produk.

Sekarang apa yang ada dalam pikiranmu ketika saya sebutkan nama Afgan Syahreza? Atau Ariel Peter Pan? Atau Justin Bieber? Mungkin kalau saya tanyakan juga pertanyaan itu pada orang yang baru saya kenal di supermarket, ia akan memberi jawaban yang tidak jauh berbeda dengan kamu. Lain halnya kalau saya sebutkan nama Hanna ke mereka, kayaknya mereka bakal bilang “oh itu nama kucing saya”. Serius habis itu saya langsung ngeloyor pergi deh.

Nama kita itu sebenarnya merk atau brand diri kita. Melalu nama lah kita diidentifikasi. Hal utama yang dapat membedakan kita dengan orang lain pun adalah nama kita. Akan tetapi bagaimana bila ternyata di suatu kondisi bukan kita satu-satunya pemilik nama yang kita sandang? Di titik ini lah kita perlu untuk menjadi berbeda.

Sebetulnya meski satu nama dapat dimiliki oleh lebih dari satu orang, secara fisik tentu masing-masing orang tetap saja berbeda. Namun berbeda secara fisik saja tidak cukup. Cara lain untuk menjadi berbeda adalah mengembangkan kepribadian dan identitas yang unik. Mulai dari penampilan fisik, cara berbicara, cara jalan, cara melirik (haishh), cara makan, respon kita terhadap suatu hal, hingga cara berfikir dan menyelesaikan masalah. Pemilihan selera lagu, pemilihan jenis kendaraan, pemilihan sekolah, tempat kerja dan lain sebagainya.

Mengapa kita perlu untuk menjadi unik? Karena hidup terlalu singkat untuk menjadi biasa saja atau sama dengan kebanyakan orang.

Langkah selanjutnya, setelah menjadi unik, menurut saya kita itu perlu dikenal. Karena sayang sekali kita sudah unik tapi diem aja nyempil di bagian mana di dunia ini, sia-sia sudah keunikan kita.

Mengapa kita perlu untuk dikenal? Karena hidup terlalu singkat hanya untuk menjadi orang biasa dan tidak terkenal. Yess! Kalau perlu seterkenal Afgan, Justin Bieber atau Michael Jackson *sambil benerin kerah baju. Eh Rosulullah saja orangnya terkenal lho, dan menurut Buku Pintar yang saya baca jaman SD, beliau adalah orang paling berpengaruh di dunia. Lha terus masa kita tidak meneladani beliau.

Kalau dalam sudut pandang brand ada ungkapan seperti ini, kuat atau tidaknya karakter brand itu ditentukan saat calon pembeli berada di depan etalase dan memilih barang. Dari berbagai pasta gigi yang berderet misalnya, pasta gigi mana yang akhirnya ia beli adalah yang mampu memenangkan hati pembeli tersebut *ciyeehhhh memenangkan hati boww....

Sampai disini paham kan sodara-sodara?

Kalau paham, kita akan lanjutkan pelajaran selanjutnya, di posting selanjutnya tentang brand positioning buat diri kita (apa lagiii iniiii). Gimana trik-trik menjadi unik dan dikenal sebagai seorang individu di muka dunia ini *halah*. Moga aja tulisan saya nanti bisa selebay janji saya ini yaa, jadi mari kita tunggu bersama-sama tulisan saya selanjutnya, hahaha....

Monday, April 02, 2012

Apakah kamu bahagia saat ini?


"Aku bakal bahagia banget kalau aku bisa beli iPad 3 saat ini"

"Gw baru bahagia kalau dia bisa jadi pacar gw"

"Bahagia adalah bisa pulang malem ini tanpa kejebak macet"


Pasti macam-macam jawaban yang muncul saat pertanyaan tersebut dilontarkan pada kita. Jawaban di atas juga manusiawi banget, ngga ada yang salah. Cumaaannnn....kali ini saya mau berbagi pemikiran yang saya anggap ideal buat mengidentifikasi apa itu bahagia.

Mungkin ada yang berpendapat, bahagia itu ngga bisa dan ngga perlu diidentifikasi atau dicari-cari artinya. Karena bahagia itu kan hanya bisa dirasakan, jadi kenapa musti repot diartiin.

Ya silakan sih, ngga papa kalo ada yang bilang gitu, pokoknya saya tetep mau berbagi -- maksa abiss dah, xixixi.

Jadi yaa temen-temen dan sodara-sodara sekalian, menurut buku primbon yang saya baca, bahagia adalah sebuah kesadaran tentang perasaan mengalami kemajuan. Mengapa harus kemajuan? Ya karena kita hidup. Segala yang hidup mengalami pergeseran atau bahasa kerennya transformasi. Kita ngalamin yang namanya pergantian hari, dari senen, selasa, rabu, trus kamis, trus jumat. Kita bersekolah, naik kelas sampai tau-tau udah lulus SMA. Trus kita melanjutkan ke jenjang yang lain, bekerja, menikah, punya anak... YEP! kita maju...

Begitu pula dalam mengartikan kebahagiaan sebagai kesadaran tentang perasaan mengalami kemajuan. Apapun bentuk kesadaran itu, misalnya mendapatkan sesuatu, memiliki sesuatu, meraih sesuatu.... yang pasti semua orientasinya adalah maju, kita punya tujuan. Karena kalau kita mengalami kemunduran maupun keadaan diam alias stuck, dapat dipastikan kita ngga bahagia, gundah gulana, galau!

Ngga berhasil dapat iPad, ngga bahagia.

Ngga berhasil jadiin si doi pacar, gundah.

Bete gara-gara macet ga kelar-kelar, galau.

Kata buku primbon, untuk dapat merasa bahagia, merasa bahwa ada kemajuan di diri kita, kita harus tahu (1) apa yang kita pengenin (2) gimana posisi kita sekarang (3) trus gimana caranya kita meraih apa yang kita pengenin.

Ah masa sih?

Ya misalnya nih kita dapet iPad, trus bahagia. Itu karena kita tahu bahwa kita pengen iPad, trus semenit yang lalu kita belum punya iPad dan kita tahu cara dapetin iPad, entah itu gara2 minta ke ortu, beli pake kartu kredit atau ngirim undian terus menang.

Orang-orang yang tahu bagaimana caranya berbahagia, secara ngga sadar telah menerapkan rumus tersebut. Saya pernah mencoba menanyakan pertanyaan tersebut 3 tahun yang lalu terhadap 10 orang-orang terdekat saya. Kalau ada yang mau tahu apa jawaban mereka, bisa cek di bawah ini.

Kalau ngga kebaca, bisa baca langsung di FB saya, Hanna Laila Dewi. ^__^

Dari tulisan tersebut mungkin kita bisa menilai bagaimana masing-masing orang mengartikan kebahagiaan sesuai dengan rumus di atas.

Ngomong-ngomong, kapan waktu yang tepat buat bahagia?

Waktu dapet iPad? dapat pacar baru? atau lepas dari kemacetan? hmmm boleh-boleh aja. Tapi saya usul agar kita berbahagia mulai dari sekarang, saat ini juga. Mengapa harus sekarang? Saya juga ngga ngerti apa jawaban pastinya. Habisnya, apakah kalau kita ngga dapat iPad lantas kita harus ngga bahagia; apa kalau ngga dapetin si doi jadi pacar, trus ngga bahagia; seumpama terjebak macet apa kita musti bete selamanya...

Ternyata, setelah saya baca-baca buku primbon dan berteori macam-macam, saya pikir kemajuan yang dimaksud adalah kemajuan yang lebih bersifat filosofis. Yakni kemajuan batin, bagaimana dari hari ke hari kita merasa bersyukur dengan apa yang kita dapat atau tidak kita dapat. Lebih dewasa, lebih bijak dan lebih bersyukur dari sebelumnya dalam mencapai keinginan dan kebutuhan, itulah kemajuan yang dimaksud.

Udah ah sharingnya. Anyway saya berharap temen-temen dan sodara-sodara semua berbahagia saat ini, nanti dan seterusnya; dengan apa pun keinginannya; dan dengan siapa pun meraihnya :)