Monday, June 11, 2012

Ridho Orang Tua, Ridho Allah

Saya bekerja di Telkom. Sebuah perusahaan milik negara sekaligus perusahaan publik yang besar dan keren. Besar karena perusahaan ini punya lebih dari 20.000 karyawan, kantornya tersebar dari Sabang sampai Merauke. Di kota-kota besar di Indonesia, Gedung Telkom bisa kita temui di lokasi-lokasi strategis, karena perusahaan ini sudah ada konon sejak masa penjajahan Belanda.

Keren karena bisnisnya saat ini sedang ngetrend. Kecuali bisnis telepon kabel-nya yang sudah ketinggalan jaman, perusahaan ini punya bisnis seluler, call center, infrastruktur telekomunikasi, properti, aplikasi, konten dan koneksi internet bagi semua kalangan. Telkom juga listing di New York Stock Exchange, London Stock Exchange dan tercatat di Tokyo Stock Exchange. Itu membuat Telkom menjadi perusahaan yang lebih profesional dibandingkan perusahaan milik negara yang lain. Tiap tahun Telkom menyumbang lebih dari 10 triliun laba dan separuhnya menjadi pendapatan negara di luar pajak.
Kata orang-orang di luar Telkom yang saya temui, hebat sekali saya bisa kerja di Telkom. Para fresh graduate banyak yang mengincar Telkom sebagai perusahaan idaman buat bekerja.

Saya pernah ditanya beberapa mahasiswa dan orang-orang yang saya temui tentang bagaimana usaha saya hingga bisa diterima kerja di Telkom. Saya bilang saja, ya saya ikut melamar dan ikut seleksinya. Lantas mereka tanya lagi, susah tidak seleksinya. Saya jawab susah banget, apalagi tes TOEFLnya. Kemudian mereka heran dan kembali bertanya, loh kalau susah kenapa saya bisa diterima? Menjawab pertanyaan tersebut, saya selalu melontarkan kalimat favorit saya dengan sangat yakinnya  “ini semua karena doa orang tua”.

Keyakinan saya, ridho orang tua adalah ridho Allah, doa orang tua sangat didengar oleh Allah. Saya bisa begitu yakin karena sudah membuktikannya berkali-kali. Bahkan sebelum para motivator menjadikan hal tersebut sebagai materi motivasi mereka. Keyakinan saya, bila saya menginginkan sesuatu, buat bahagia orang tua dulu, dan keinginan saya Insya Allah tercapai.

Tahun 2000, saya ingin bisa diterima dan bersekolah di SMA favorit saya. Waktu itu masih pakai NEM (Nilai Ebtanas Murni) sebagai syarat masuk. Saya sempat pesimis, apakah NEM yang saya dapat bisa memenuhi standar syarat masuk SMA tersebut. Pasalnya ketika EBTANAS berlangsung saya sedang sakit,meski akhirnya saya dapat mengerjakan seluruh soal ujian.

Akhirnya, saat liburan menunggu pengumuman EBTANAS, saya pergunakan untuk membantu orang tua saya di rumah. Pagi-pagi saya bangun, membersihkan kamar saya dan kamar orang tua saya, menyapu rumah dan halaman kemudian mencuci baju dan melipatnya. Pokoknya pulang kerja, orang tua taunya rumah bersih. Begitu setiap hari saya lakukan. Hingga tiba hari pengumuman.

Hasilnya NEM saya peringkat ke 8 satu sekolahan, dan 20 besar tingkat kabupaten! Saya pun bisa dengan tenang mendaftar ke SMA favorit saya tanpa khawatir tersingkir karena NEM saya termasuk tinggi.

Tahun 2003, tiba saatnya saya melanjutkan pendidikan saya ke universitas. Saya sama sekali tidak punya ide mau kuliah di mana, yang ada di benak saya, kalau bisa saya ingin kuliah di universitas negeri supaya biayanya murah dan orangtua saya mampu membayarnya. Tes pertama yang saya ikuti adalah Ujian Masuk UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarya. Jalur masuk tersebut baru pertama kali diadakan oleh UGM. Saya dan kawan-kawan pun tidak memiliki bayangan seperti apa tes dan hasilnya nanti. Ya pokoknya ikut aja dulu.

Setelah mengikuti tes, saya melakukan rutinitas saya sebagai full-time housekeeper. Hampir semua pekerjaan di rumah, saya kerjakan, termasuk memasak. Pokoknya selama hampir dua bulan menunggu pengumuman, saya layani orang tua saya. Pulang kantor, rumah sudah kinclong, baju sudah dicuci, makanan sudah siap, orang tua tinggal istirahat. Hingga tiba hari pengumuman...

...dan saya diterima di UGM untuk pilihan kedua, di FISIPOL.

Kali ini saya tidak menyangka saya bisa diterima. Dan satu kelas saya yang diterima hanya empat orang, termasuk saya, padahal hampir sekelas mengikuti tes tersebut. Lebih mengagetkan, teman-teman yang lebih pandai dari saya, tidak diterima. Saya merasa porsi belajar saya biasa saja, bahkan sempat saya kebut semalam. Sungguh karunia yang luar biasa, saat teman-teman saya masih harus berjuang ke universitas lain, saya justru hanya sekali tes dan diterima.

Dua kali memiliki pengalaman yang hampir sama, saya menyimpulkan bahwa hal ini sangat mungkin berkat orang tua saya. Kalau orang tua saya senang, saat mereka berdoa, doanya tambah powerful. Rumus inilah yang saya terapkan juga untuk melamar pekerjaan di Telkom. Dan terbukti, selang 6 bulan setelah saya lulus, saya langsung diterima bekerja di perusahaan sekelas Telkom.

Keyakinan inilah yang saya pegang hingga saat ini. Tentu saja saya juga berikhitiar dan berdoa untuk apa yang saya inginkan. Tapi diatas semua itu, doa dan ridho orang tua sangat berpengaruh. Sama halnya ketika saya mengalami kesulitan untuk meraih keinginan saya, mungkin saja ada hal antara saya dan orang tua saya yang kurang beres. Maka saya berusaha menyelesaikannya terlebih dahulu dan berusaha membuat keduanya mengerti, senang dan tenang terhadap keputusan saya.

Allah berfirman dalam ayatnya “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu janganlah engkau mengatakan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka menyayangi aku sejak kecil” (QS. Al-Israa’:23-24)

Sekali lagi, ridho orang tua adalah ridho Allah :)