Thursday, July 29, 2010

Renungan di Ujung Malam


Di ujung malamku aku sempat memikirkan beberapa hal.

1. Lebih penting mana? Kepastian atau kesabaran?
Hidup penuh ketidakpastian, kadang hidup dituntut untuk tangkas membaca situasi dan cerdas menarik suatu keputusan. Buat apa menunggui ketidakpastian padahal yang pasti-pasti masih banyak di luar sana. Saat kita sadar kita tak punya banyak waktu, kita menginginkan kepastian. Seperti kita mendapatkan satu kepastian di atas kepastian lain: kematian dan pajak.

Kesabaran? wow, inilah hal yang abstrak. Kini aku temukan bahwa kesabaran berbanding lurus dengan kesungguhan dan komitmen. Sabar itu ibarat menjanjikan rumah buat kekasihmu (argh tak terpikirkan contoh lain soalnya). Apa yang bisa kau banggakan saat kau baru bisa menata puluhan batu bata? rumah pun belum terlihat bentuknya...

Akan berbeda dengan ketika kau menata batu bata itu satu persatu, lamaa, sabarr, sungguh-sungguh, detail, menambahkan atap, pintu, jendela dan perabot. Apalagi saat kekasihmu tahu bahwa kau membangunnya dengan penuh perjuangan.

Saat kekasihmu menolak rumah tersebut karena berpaling pada orang lain yang entah punya apa...tapi setidaknya kamu sudah memiliki sebuah rumah daann rekam jejak positif dalam perjuanganmu.

2. Penting mana? menjaga citramu (dengan menjaga mulutmu) atau mengendalikan mulut orang lain yang berbicara mengenaimu?

Suatu kali aku berpendapat, menjadi diri sendiri lebih penting. Tapi kenyataannya, mulut orang lain menyediakan perangkap yang berkonfrontasi dengan pendapatku itu. Hah! Kenapa orang-orang selalu melakukan penilaian? Lebih parah lagi mereka lebih senang membicarakan nilai buruk daripada nilai baik.

Ya! orang-orang selalu mencari keburukan untuk dibicarakan, meski orang tersebut hampir sempurna baiknya (lihatlah kisah Rosulullah). Bukan pekerjaan mudah tentu mengendalikan mulut orang lain.

Tapi dari sini aku menarik kesimpulan sangat sederhana: tetap jadi diri sendiri yang meski fleksibel bergaul tapi kendalikan sikap sedemikian rupa sehingga membuat gigi orang satu per satu tanggal sampai mulut mereka kesulitan bicara soal diri kita.

Yah, sekali lagi ini hanyalah renungan di ujung malam...