Wednesday, August 14, 2013

Tidak Sekedar Memberi

Buku-buku untuk TBB (Ida Arsiyanti)
Fai telah menerima surat balasan saya. Itulah kabar yang disampaikan oleh Ardi Wilda melalui tweetnya sekitar Bulan September 2012. Fai, Siswa SD Negeri Margajaya 01, Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung itu sebelumnya mengirimkan kartu pos kepada saya berisi ucapan Selamat Idul Fitri. Saya bahkan sudah tidak ingat kapan terakhir kali menerima kiriman kartu pos berprangko seperti yang saya terima dari Fai.

Korespondensi tersebut bermula dari inisiatif Ardi Wilda (Awe), Pengajar Muda penempatan Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sebelum lebaran, ia bersemangat sekali mempromosikan di Twitter bahwa murid-muridnya akan mengirim kartu pos kepada siapa pun yang bersedia menerima. Saya, yang memang hobi berkorespondensi, langsung mendaftar.

Sehabis cuti Lebaran, kartu pos Fai saya terima, lantas saya buatkan balasan dalam bentuk surat dua halaman dan saya hiasi dengan foto-foto Museum Geologi dari Kota Bandung dan foto Gedung Telkom tempat saya bekerja. Tak lupa saya tempel gambar Relawan Bakti Bagi Negeri etape Tulang Bawang Barat di surat itu.

Ya, 28 Juli 2012, lebih dari satu tahun yang lalu, Relawan Bakti Bagi Negeri 'mendorong sekoci' berisi 3.500 buku-buku ke sana. Sekolah Fai adalah salah satu yang mendapatkan 500 eksemplar buku-buku dari para donatur Bakti Bagi Negeri. Saat itu pula lah saya dan Relawan lainnya bertemu para Pengajar Muda. Tak disangka juga, salah satu Pengajar Muda itu adalah adik kelas saya di bangku kuliah. Dia lah Ardi Wilda yang saya ceritakan di atas. Kegiatan Bakti Bagi Negeri etape Tulang Bawang Barat pun menjadi reuni kecil bagi kami.
Para Pengajar Muda TBB (Ida Arsiyanti)

Kunjungan kami ke Tulang Bawang Barat singkat sekali. Kami disambut oleh para pengajar muda di tengah terik siang hari Bulan Ramadhan. Kemudian seremonial penyerahan buku dan acara kebersamaan digelar sore hari hingga menjelang buka puasa. Setelah itu kami kembali pulang pada malam harinya.

Meski singkat, rupanya para relawan mendapatkan inspirasi dan semangat yang luar biasa dari sana. Masih membekas dalam ingatan, wajah-wajah gembira anak-anak berebut menjawab pertanyaan dari kami, demi mendapat sebungkus coklat. Menggelitik sekali, ketika salah satu relawan dipilih oleh murid-murid sebagai relawan terkeren hanya karena kulitnya putih. Mereka memiliki mindset orang berkulit putih itu cantik atau ganteng.

Paling berkesan adalah saat kita berbincang dengan pengajar muda, bagaimana cerita mereka hingga mereka merasa terpanggil bahkan rela keluar dari pekerjaan mapannya hanya untuk mengajar di daerah pelosok. Melihat mereka menjadi guru dengan ‘taktik’ yang seolah tak pernah habis untuk mengatur murid-murid mereka, saya hanya bisa berkomentar  “WOW!”.  Satu lagi yang menarik, asli! Mereka tidak pernah mengeluh. Jangankan mengeluh, memiliki persepsi negatif pun sangat jarang.

Mungkin saya adalah orang yang ke seratus juta yang menyatakan kekaguman saya terhadap kontribusi para pengajar muda. Tapi memang nyata adanya bahwa negri ini butuh kaum-kaum idealis seperti mereka untuk membantu mensejahterakan penduduk pelosok yang belum terjamah pendidikan berkualitas. Jujur, motivasi saya pergi ke Tulang Bawang Barat yang utama adalah melihat dari dekat pengabdian mereka. Karena saya sendiri, walau memiliki keinginan untuk bisa seperti mereka, namun tetap saja terkendala oleh ciutnya niat saya meninggalkan kenyamanan bekerja di sebuah korporasi besar seperti Telkom.

Sore itu, di dekat sumur, sewaktu mengambil wudlu untuk solat Asar, sebuah ajakan terlontar dari Annisa, pengajar muda yang setia berkoordinasi dengan saya dalam menyiapkan acara. “Mba, mba masih 26 tahun dan belum menikah, coba saja bergabung, tidak tertutup kemungkinan untuk diterima kok”.

Tentu saja, saya hanya bisa tertegun, karena jauh dalam hati saya, saya tahu bahwa saya belum seberani mereka. Tapi saya berharap, keberanian saya menempuh perjalanan yang cukup singkat persiapannya ini hanya demi mendapatkan inspirasi dari mereka, suatu saat nanti bisa membuahkan keberanian lain di diri saya yang tak kalah besar dari mereka.

An eternal inspiration worth to be found. Thank you guys :)


(catatan perjalanan mengantar 3.500 buku-buku ke pelosok Tulang Bawang Barat, mulai ditulis setahun yang lalu dan baru diselesaikan saat ini, better late than never)