Saya bekerja di Telkom. Sebuah perusahaan milik negara
sekaligus perusahaan publik yang besar dan keren. Besar karena perusahaan ini
punya lebih dari 20.000 karyawan, kantornya tersebar dari Sabang sampai
Merauke. Di kota-kota besar di Indonesia, Gedung Telkom bisa kita temui di
lokasi-lokasi strategis, karena perusahaan ini sudah ada konon sejak masa
penjajahan Belanda.
Keren karena bisnisnya saat ini sedang ngetrend. Kecuali
bisnis telepon kabel-nya yang sudah ketinggalan jaman, perusahaan ini punya
bisnis seluler, call center, infrastruktur telekomunikasi, properti, aplikasi,
konten dan koneksi internet bagi semua kalangan. Telkom juga listing di New
York Stock Exchange, London Stock Exchange dan tercatat di Tokyo Stock
Exchange. Itu membuat Telkom menjadi perusahaan yang lebih profesional
dibandingkan perusahaan milik negara yang lain. Tiap tahun Telkom menyumbang
lebih dari 10 triliun laba dan separuhnya menjadi pendapatan negara di luar
pajak.
Kata orang-orang di luar Telkom yang saya temui, hebat sekali
saya bisa kerja di Telkom. Para fresh graduate banyak yang mengincar Telkom
sebagai perusahaan idaman buat bekerja.
Saya pernah ditanya beberapa mahasiswa dan orang-orang yang
saya temui tentang bagaimana usaha saya hingga bisa diterima kerja di Telkom.
Saya bilang saja, ya saya ikut melamar dan ikut seleksinya. Lantas mereka tanya
lagi, susah tidak seleksinya. Saya jawab susah banget, apalagi tes TOEFLnya.
Kemudian mereka heran dan kembali bertanya, loh kalau susah kenapa saya bisa
diterima? Menjawab pertanyaan tersebut, saya selalu melontarkan kalimat favorit
saya dengan sangat yakinnya “ini semua
karena doa orang tua”.
Keyakinan saya, ridho orang tua adalah ridho Allah, doa
orang tua sangat didengar oleh Allah. Saya bisa begitu yakin karena sudah membuktikannya
berkali-kali. Bahkan sebelum para motivator menjadikan hal tersebut sebagai
materi motivasi mereka. Keyakinan saya, bila saya menginginkan sesuatu, buat
bahagia orang tua dulu, dan keinginan saya Insya Allah tercapai.
Tahun 2000, saya ingin bisa diterima dan bersekolah di SMA
favorit saya. Waktu itu masih pakai NEM (Nilai Ebtanas Murni) sebagai syarat
masuk. Saya sempat pesimis, apakah NEM yang saya dapat bisa memenuhi standar
syarat masuk SMA tersebut. Pasalnya ketika EBTANAS berlangsung saya sedang
sakit,meski akhirnya saya dapat mengerjakan seluruh soal ujian.
Akhirnya, saat liburan menunggu pengumuman EBTANAS, saya
pergunakan untuk membantu orang tua saya di rumah. Pagi-pagi saya bangun,
membersihkan kamar saya dan kamar orang tua saya, menyapu rumah dan halaman
kemudian mencuci baju dan melipatnya. Pokoknya pulang kerja, orang tua taunya
rumah bersih. Begitu setiap hari saya lakukan. Hingga tiba hari pengumuman.
Hasilnya NEM saya peringkat ke 8 satu sekolahan, dan 20
besar tingkat kabupaten! Saya pun bisa dengan tenang mendaftar ke SMA favorit
saya tanpa khawatir tersingkir karena NEM saya termasuk tinggi.
Tahun 2003, tiba saatnya saya melanjutkan pendidikan saya ke
universitas. Saya sama sekali tidak punya ide mau kuliah di mana, yang ada di benak
saya, kalau bisa saya ingin kuliah di universitas negeri supaya biayanya murah
dan orangtua saya mampu membayarnya. Tes pertama yang saya ikuti adalah Ujian
Masuk UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarya. Jalur masuk tersebut baru
pertama kali diadakan oleh UGM. Saya dan kawan-kawan pun tidak memiliki
bayangan seperti apa tes dan hasilnya nanti. Ya pokoknya ikut aja dulu.
Setelah mengikuti tes, saya melakukan rutinitas saya sebagai
full-time housekeeper. Hampir semua pekerjaan di rumah, saya kerjakan, termasuk
memasak. Pokoknya selama hampir dua bulan menunggu pengumuman, saya layani
orang tua saya. Pulang kantor, rumah sudah kinclong, baju sudah dicuci, makanan
sudah siap, orang tua tinggal istirahat. Hingga tiba hari pengumuman...
...dan saya diterima di UGM untuk pilihan kedua, di FISIPOL.
Kali ini saya tidak menyangka saya bisa diterima. Dan satu
kelas saya yang diterima hanya empat orang, termasuk saya, padahal hampir
sekelas mengikuti tes tersebut. Lebih mengagetkan, teman-teman yang lebih
pandai dari saya, tidak diterima. Saya merasa porsi belajar saya biasa saja,
bahkan sempat saya kebut semalam. Sungguh karunia yang luar biasa, saat
teman-teman saya masih harus berjuang ke universitas lain, saya justru hanya
sekali tes dan diterima.
Dua kali memiliki pengalaman yang hampir sama, saya
menyimpulkan bahwa hal ini sangat mungkin berkat orang tua saya. Kalau orang
tua saya senang, saat mereka berdoa, doanya tambah powerful. Rumus inilah yang
saya terapkan juga untuk melamar pekerjaan di Telkom. Dan terbukti, selang 6
bulan setelah saya lulus, saya langsung diterima bekerja di perusahaan sekelas
Telkom.
Keyakinan inilah yang saya pegang hingga saat ini. Tentu
saja saya juga berikhitiar dan berdoa untuk apa yang saya inginkan. Tapi diatas
semua itu, doa dan ridho orang tua sangat berpengaruh. Sama halnya ketika saya
mengalami kesulitan untuk meraih keinginan saya, mungkin saja ada hal antara
saya dan orang tua saya yang kurang beres. Maka saya berusaha menyelesaikannya
terlebih dahulu dan berusaha membuat keduanya mengerti, senang dan tenang
terhadap keputusan saya.
Allah berfirman dalam ayatnya “Dan Tuhanmu telah
memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik
kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu janganlah engkau mengatakan ‘ah’ dan
janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan
yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang
dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka
menyayangi aku sejak kecil” (QS. Al-Israa’:23-24)
Sekali lagi, ridho orang tua adalah ridho Allah :)