Ada perasaan bergejolak mendapati kini adikku hampir berusia 25 tahun. Seorang lelaki seperempat abad yang kini sedang mencoba menaklukkan ganasnya ibukota. Mencari sesuap nasi, sebongkah berlian, selaksa kehidupan dan secercah jati diri. Dulu ia hanya seorang adik kecil yang sangat hiperaktif, ingin tahu segala hal, tak pernah mau kalah dengan kakaknya.
Masih lekat di ingatanku, betapa sebalnya aku terhadap adik kecilku waktu itu. Apapun yang aku punyai direbutnya. Tak pelak kami harus saling dorong dan diakhiri dengan jerit tangis yang membuat ibu marah hingga kemudian mencubit kami.
Betapa merepotkannya adikku itu ketika kami menuntut ilmu di sekolah dasar yang sama. Aku harus mengurusnya dan kadang membelanya saat ia ketakutan menghadapi teman-teman jailnya. Para guru pun selalu memanggilku apabila terjadi sesuatu dengan adikku itu. Dia selalu mengikuti kemana aku pergi. Bila aku merencanakan keluar rumah tanpa sepengetahuannya dia pasti merengek-rengek minta diajak.
Suatu kali, aku, adikku dan salah seorang temanku pulang dari solat di masjid kampung. Sembari berjalan pulang, kita membicarakan tentang motto hidup masing-masing.
Adikku dengan lantang bicara "Kak! Moto hidupku adalah kunci orang yang sukses itu meniru orang yang sukses!".
Sungguh motto yang tidak biasa untuk anak usia sekolah dasar. Dibanding motto hidupku "Hidup penuh misteri", sepertinya motto hidupnya lebih 'WAH'. Lagian, aku hanya mengutip motto hidupnya salah seorang tokoh film seri yang aku gemari. Kenapa adikku bisa memikirkan motto hidup yang lebih hebat.
Antara ingin membuktikan motto hidupnya atau hanya kebetulan, adikku ini selalu saja mendaftar sekolah di sekolah yang sama dengan yang aku masuki. Sekolah unggulan di daerah kami. Meski kita akhirnya kuliah di universitas yang berbeda. Sebenarnya, yah sekalian sedikit menyombongkan diri sebagai seorang kakak, hehehe. Adikku berjuang dengan segenap usahanya untuk bisa masuk sekolah-sekolah unggulan tersebut.
Kejadian yang aku ingat betul waktu adikku menempuh pendidikan sekolah menengah atas adalah ia merasa dikucilkan oleh temannya. Sebenarnya aku tidak mengerti kenapa teman-temannya mengucilkannya. Apa karena dia bergabung di organisasi religius di sekolahnya lantas teman-temannya tidak suka dengan adikku, atau karena hal lain.
Tapi kehidupannya di bangku kuliah berbeda 180 derajat dengan masa-masa SMAnya. Dia punya banyak teman dan terlihat sangat bahagia dengan pencapaiannya itu. Adikku ini kalau aku amat-amati memiliki rasa setia kawan yang besar. Dan aku bangga dengan hal itu.
Kini dunia kerja menjadi tantangan selanjutnya bagi adikku, apalagi di kota besar seperti Jakarta. Dunia kerja tidak persis seperti dunia pendidikan, dimana seseorang punya banyak waktu luang untuk bergaul dengan santainya. Dunia kerja lebih banyak tentang bagaimana kita lebih realistis memikirkan masa depan kita, memikirkan diri sendiri dan apa yang akan kita raih.
Satu-satunya hal yang mampu aku berikan untuk adikku memulai kehidupan barunya itu tak lain adalah kepercayaan. Karena kadang yang minim diberikan kepada anak muda adalah kepercayaan. Tanpa kepercayaan dari orang terdekatnya, anak muda akan mudah rapuh dan jatuh. Suntikan kombinasi antara motivasi dan kepercayaan akan memberikan energi yang luar biasa bagi seseorang untuk bertumbuh.
Setiap orang pun diciptakan dengan segala kelemahan serta kelebihannya, begitu pula adikku.
Aku percaya, suatu saat dirimu akan jadi orang yang luar biasa, bermanfaat bagi sesama, berguna bagi bangsa. Hidup pasti ada kalanya bertemu dengan kerikil kecil, gunung terjal, jalan berliku, aliran sungai deras, bahkan samudra luas cobaan. Tapi kamu pasti bisa melaluinya dan menjadi dewasa karnanya.
Tetaplah genggam motto hidupmu itu adikku, dan jangan lupa bahwa ada aku, bapak, ibu, adik kecilmu dan Allah Yang Maha Besar yang siap menjadi sandaran kala kau butuhkan. Kamu tidak sendiri. Be strong there.