Teman-teman ada yang ngalamin gak, lahir di tengah-tengah keluarga besar.
Maksudku bukan di tengah2 keluarga yang kayak di iklan mobil apa tuh yang jinglenya: montor cilik sing nunggang gede...
*iya! aku tau aku jayus!
Sekali lagi maksudku adalah di sebuah keluarga di mana masih punya budaya 'trah' atau 'bani',
dengan hubungan kekerabatan keluarga sekunder yang kuat...
gituhhh...
Nah! itulah aku.
Nama keluarga besarku adalah 'Bani Muchsin'
sekarang udah ribuan kali ye anggotannya
lagipula simbah2ku itu pada poligami, trus
dari satu istri aja biasa lahir lebih dari 5 orang anak...
busyettt...
bapakku aja sebelas bersodara
ibuku duabelas bersaudara
Di bani Muchsin itu ada budaya perjodohan juga loh
gak sedikit yang dapet istri/suami sodara sendiri
trus ada budaya 'ngopeni sedulur'
maksudnya kadang ada seorang anak yang ikut budenya
disitu dia dibiayain sekolah dan dihidupi sama budenya itu,
tar kalo dia uda kerja n sukses bisa jadi dia juga 'ngopeni' sodara yang lain.
kalo yang itu sih biasanya salah satu dari sodakoh.
Masih inget gak kalo sodakoh yang pertama tu ama sodara sendiri,
yang kedua baru sama fakir miskin.
Kalo udah diopeni gitu adanya kadang adalah status yang 'dituakan' dan yang 'muda'
sekarang aku ada diposisi yang 'muda' itu.
yang 'ngopeni' aku adalah tante-tante da om-om ku,
ya salah satunya yang kena banjir tu (uda aku tulis di postingan sebelumnya)
merekalah yang biayain aku kuliah, kalo gak ada mereka entah aku bisa kuliah gak.
ya seperti itulah gunanya punya sodara dengan tingkat toleransi tinggi
aku sangat bersyukur sama Allah untuk itu...
Tapi keadaan di atas, oleh seorang pakar sosiologi keluarga bernama Goode
dibilang ada kelemahannya, yaitu
masyarakat dengan budaya keluarga besar kebanyakan gak bisa lepas dari ikatan itu,
terjadi sebuah hubungan sangat ketergantungan dan relasi yang lebih bersifat 'karena segan'
bukan yang murni karena kedekatan atau anggaplah keakraban.
dampaknya itu emang aku rasain sendiri sih, karena udah dibiayain kan buntutnya kita utang budi
trus kita harus nurut ama mereka,
mereka sering negur soal penampilanku
mereka mengharuskanku kerja di jakarta
mereka bilang kok gak pacaran ma orang jawa aja
dan akhirnya ya aku kurang independen...
orang bilang, dalam hidup ada banyak peran...
dan peran sebagai anak di tengah keluarga besar adalah salah satu yang harus aku lakoni
aku mau jadi diriku sendiri sebenarnya...dan bebas menentukan keinginanku
tapi nilai dan norma dalam keluarga besarku itu
menjadikan aku tidak berdaya untuk melangkah ke sana
4 comments:
wah wah wah mbak....ko sama yah. Tapi bedanya nda ada tuntutan ke sayah hehehe lha wong sdah free.orang tua ma orang muda emang ga nyambung heheeh kata temen sunatullah
justru itu dunk..peranan kamu -sebagai seseorang yang sadar akan keberadaan keluarga besar- tingkatkan itu...mencoba hidup bebas tidak akan menyelesaikan masalah...menurutku...apapun, bagaimanapun, dimanapun posisimu...lakukan yang terbaik...do the best...
aturan, norma, hukum, semuanya itu untuk kebaikan kita kok...so..be a right person at the right place, right time...khey...
w
Wehh dik Hanna punya blog tho :)
Wah curhat mengenai keluarga besar tho hmmmm...ikutan komentar deh, kayaknya nyesel nih punya keluarga besar tho dari kesimpulan di paragraf terakhir ya? hehehe (mudah2han salah saya salah baca ya!) tidak bisa menjadi diri sendiri?.
Manusia itu homo homini socius atau tidak terlepas dengan manusia lain(sosial). Being yourself! pertanyaannya adalah adakah batasan atau kriteria dalam menjadi diri sendiri? paradigma individu tidak terlepas dari aspek kontekstual semenjak lahir sampai mati dan diolah melalui pikiran dan nafsu masing2 individu tersebut. anda atau orang yang mengatur anda tidak terlepas dari hal tersebut dan salah satu konteksnya adalah keluarga besar!hehehe. bagi saya selaku individu sosial, ada suatu pedoman atau pegangan untuk menjalani hidup ini. Pedoman itu adalah 1.al Quran dan Hadist melalui penafsiran yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai pedoman agama,dan untuk kehidupan bernegara adalah 2.peraturan negara . selama melangkah kedua hal tersebutlah yang harus saya pegang, ketika saya belum mampu melaksanakan bukan berarti mengadakan pembenaran untuk diri sendiri.
Bagi saya, menjadi diri sendiri bukan berarti selalu mengikuti keinginan nafsu diri walaupun kadang kala saya terjebak oleh hal tersebut dan baru menyadari setelah semua terjadi hehhehe.
kadang kala kita harus meLihat kehidupan sebagai suatu grand design dan kita sebagai mahluk yang teramat sangat kecil didalamnya. Dulu ketika pakde Qomar hidup, ia selalu mengatakan kata2;'bener kebeneran', ternyata saya baru memahami setelah beliu wafat dan makna didalamnya teramat sangat dahsyat untuk saya sebagai individu sosial. Untuk mewujudkan kata2 itu saya yakin dibutuhkan keikhlasan sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat!
semoga bermanfaat!
Sukses yo!
Post a Comment